Ramadhan selain dikenal sebagai Syahrul Qur’an (Bulan Al-Qur’an) juga sering disebut sebagai Syahrul Shabr(Bulan kesabaran)
Nah, bicara tentang kesabaran pasti sangat terkait dengan kemampuan untuk meminta maaf dan memaafkan orang lain
dan.. mengucapkan kata ‘maaf’ bisa jadi tidak sesulit mengatakan ‘iya, saya maafin’
Ada sebuah analogi yang sering agtri pakai,
ketika menyakiti orang lain itu ibarat kita sedang memukulkan sebuah paku ke dinding hati seseorang *di tulisan ini kita sebut sebagai korban
Kebayang?
Pasti sakit kan ya
Kata-kata ‘maaf’ adalah upaya penarikan si-paku yang sudah tertancap dari hati si korban.
Dan itu tergantung si korban, ada 2 kemungkinan:
kemungkinan 1, si korban tidak rela memberikan kata ‘iya saya maafkan’
Maka hal yang akan dirasakan oleh si korban adalah rasa sakit.
Si paku tarik-ulur, sudah akan dicabut tapi tidak bisa-bisa karena terus menerus korban tahan
Dan korban dijamin akan merasa tambah sakit ketika ternyata pelaku tidak melanjutkan usaha meminta maafnya
Di lain pihak, si pelaku bisa jadi sudah merasa plong walaupun belum dimaafkan sepenuhnya, yang jelas pelaku sudah berikhtiar toh untuk minta maaf
kemungkinan 2, si korban memberikan kata ‘iya saya maafkan’
Lalu, paku tersebut tercabut, sakit sih memang untuk si korban tapi paling tidak jangan sampai paku itu terlalu lama tertancap di hati.
Bisa-bisa pakunya jadi karatan
Analogi dunia nyatanya kalau pakunya sudah karatan adalah silaturahim terputus..
Berharap kita semua ada di kondisi kemungkinan kedua,
bagaimana kalau jawabannya gini “kalau kamu minta maaf, dari kemarin-kemarin aku udah maafin” -> titik. Jawaban seperti itu padahal sebelumnya diberi penjelasan A-Z duduk perkaranya ternyata dikasih jawaban gini, jadi bingung kan..
Ini tu dimaafin apa enggak ya?
Nah, ada hal yang kadang kita lupakan,
kembali ke paku dan hati
Ternyata, walaupun paku sudah tercabut dari hati
tetap saja ada bekasnya..
Ada lubang disana, tempat si paku itu pernah tertancap
Pakunya memang sudah tidak ada, sehingga kemungkinan kerusakan karena karat tidak ada.
Tapi ternyata lubang itu menjadi celah luka
celah luka yang hanya si korban yang tahu kapan celah luka itu dapat tertutup sempurna
bukan menjadi luka yang menganga sepanjang masa
yang jelas bekas paku itu pasti ada
membentuk celah luka sebagai betuk ‘sakit’ yang berbeda
So? apa yang harus kita lakukan ketika menjadi si-korban?
Teriakkan keras-keras pada diri bahwa
“Aku punya dinding hati yang begitu luas..
Sehingga, ruang kecil tempat paku itu hanyalah seonggok pasir di luasnya padang pasir, hanyalah sebuah buih di dalam samudera, hanyalah sebuah titik di dalam angkasa raya.
Aku masih punya bagian dinding hati yang lain yang begituuuuu luaaaass..
Bukan aku tak peduli, hanya saja itu tak jadi prioritas”
So? apa yang harus kita lakukan ketika menjadi si-pelaku?
Maaf adalah kunci pembuka,
lalu penambal dari lubang hati adalah penuhi hak-hak saudara dengan sepenuhnya
Ketika ucapan maaf tak berbalas semestinya
husnuzhanlah bahwa bliau butuh waktu
dan biarkan waktu yang menjawab, dengan iringan ikhtiar tentunya
Semua manusia (anak Adam) itu melakukan kesalahan, dan sebaik-baik orang yang melakukan kesalahan itu ialah orang-orang yang suka bertaubat (Turmudzi dan Ibn Majah)
-10:53 PM, setelah baca ulang sent item jaman dulu di imel. Sudahkah celah luka itu tertutup sempurna?-
Aug 27, 2009 @ 00:36:49
Notes nya Mantap….
izin nge-share ya, ^^
Aug 27, 2009 @ 09:05:22
@vee
Silahkan kk..
Aug 29, 2009 @ 14:17:24
mantap banget teh agtri…
(ini salah satu blog yang paling sering dibuka, untuk mendapatkan ilmu2 baru)
jadi teringat kisah seorang sahabat yang masuk syurga “hanya” karena setiap hari ia memaafkan setiap kesalahan yang diperbuat orang lain kepadanya…
hatinya pasti luas banget kan???
Sep 04, 2009 @ 08:09:29
@taufiq
Syukran atas kunjungannya..
Yuph, pasti luas sekali
belum lagi bliau mendapatkan pahala istiqomah
karena melakukannya di muhasabah setiap malam menjelang bliau tidur..
Sep 05, 2009 @ 11:44:02
Kalau boleh aku menambahkan.
Untuk menambal dinding yang rusak perlu kita ratakan dengan plamir atau dempul, lalu kita cat ulang secara merata hingga tertutup semua hingga tidak ada bekasnya sama sekali.
Bila kita analogikan dinding dengan hati, Rasulullah mengajarkan dengan sabdanya : ” ..Dan ikutilah keburukan dengan kebaikan, niscaya kebaikan itu akan menghapusnya…(H.R. Tirmidzi) (Hadist ke-18 Hadist Arba’in).
Kebaikan2 yang yang banyak itu sebagai “plamir dan cat ” pada dinding hati yang terluka.
Sep 07, 2009 @ 05:52:34
@Sopiyan
tentu saja boleh ditambahkan..
nuhun, nuhun
Sep 10, 2009 @ 20:42:59
Bagus… entah mo ngomng apa… mengena di hati.. antologi yg menarik… aku menanti antologi2 menark lainnya…
Sep 12, 2009 @ 11:50:28
kaka..
izin ngeshare juga di facebukku yah..
abisnya keren banget sech…
Sep 18, 2009 @ 04:37:54
@alatus
iya silahkan..