Positive

“Allah tidak pernah menjanjikan bahwa kehidupan ini mudah,
tetapi Allah menjanjikan akan selalu berada disisi pada saat kita susah”

*Lupa dari mana sumbernya yang jelas dari sebuah tumblr..

Cuci SMS

Berbagi makna dalam rangkaian kata-kata..


Jika kata adalah sepotong hati, maka ilmu adalah cindera jiwa. Apa kita tidak ingin belajar dari ayahanda Ibrahim dan bunda Hajar tentang taqwa, sabar dan ikhlas dalam perjuangan. Teguhlah disaat yang lain rapuh. Bersabarlah karena setiap luka akan bermakna. Dan bergeraklah karena Allah, Rasul dan orang mukmin

Malam selalu merindukan pejuang-pejuang khalwat yang meneteskan air mata karena raja’, khauf, dan mahabbah. Jika Dia tebarkan cintanNya untuk setiap doa kita. Maka tiada pilihan selain berharap dan menangis. Qum!

Kemenangan itu adalah pilihan bukan keberuntungan/kebetulan semata. Kemenangan itu bukan (saja) hasil memuaskan tapi proses yang benar. Kemenangan adalah keniscayaan bagi kita

Rabb, alasan pergerakan kami adalah Engkau, alasan ukhuwah kami adalah ENgkau, alasan kami bersatu adalah Engkau.Maka peliharalah jama’ah ini dan keberkahan syura dengan kekuasaanMu

Kemenangan bukanlah banyaknya kursi yang diraih, bukan banayak suara yang diperoleh, tapi kemenangan sejati adalah kemenangan hati rakyat Indonesia (HNW)

Allah mensyukuri orang yang bersyukur pada-Nya dan orang yang beriman dalam hatinya, lalu Ia memberitahukan bahwa hamba itu akan mendapat pahala yang sangat banyak

Kunci kemualiaan adalah TAAT kepada Allah dan RasulNya. Kunci kemenangan dan keberuntungan adalah SABAR. Kunci keberhasilan adalah DO’A

Inti ilmu adalah kejelasannya dan buahnya keselamatan. Inti kebersihan diri adalah qana’ah dan buahnya adalah rasa lapang. Inti dari sabar adalah menahan diri dan buahnya adalah kemenangan. Inti amalan adalah kesesuaian dan buahnya adalah kesuksesan. Dan puncak kemuliaan segala sesuatu adalah kejujuran

Murid aristoteles; APa yang harus saya lakukan? saya tidak memiliki ketekunan untuk membaca. Dan tidak mempunyai kesabaran terhadap kelelahan dan kejenuhan belajar. Aristoteles; kalau demikian tidak ada jalan bagimu kelak, kecuali harus  sabar menghadapi kesengsaraan dan kebodohan

Apabila seorang hamba selalu menyegerakan hak Allah atasnya, maka bagaimanalah Allah akan menunda memenuhi hak hamba itu

Jika anda ingin membiasakan sesuatu dalam hidup anda, maka latihlah dengan memaksakan sesuatu itu dalam diri anda secara rutin selama 30 hari

Amanah ibarat musuh, jangan dicari.Tapi jika ketemu jangan lari. Amanah ibarat kiriman orang tua, datang sebelum kita kehabisan. Amanah ibarat maut, datangnya tidak pernah menunggu kesiapan kita. Pun amanah sekecil titik-titik itu akan berhimpun menjadi garis-garis sketsa lukisan kemenangan

Biarlah Allah saja yang menyemangati kita. Sehingga tanpa sadar setiap peristiwa menjadi teguran atas kemalasan kita. Cukuplah Allah saja yang memelihara ketekunan kita, karena perhatian manusia terkadang menghanyutkan keikhlasan. Semoga Allah menjadikan kita pribadi yang bermakna, pribadi yang saat berbaur. Ia mampu menyemangati yang lain dan saat sendiri ia mampu menguatkan dirinya sendiri

Pada tiap mata laki-laki ada serigala. Pada setiap mata wanita terdapat sihir yang mampu membuat laki-laki menjadi serigala. Hai wanita jaga dirimu! Hai laki-laki jaga “serigala”mu

Kita tak sanggup selamanya terluka, tapi ingatlah setiap tetesan air mata itulah mahar kita menuju surga. Bia aditanya kenapa kesabaran itu pahit? Jawabannya karena surga itu manis.

Jika kita amencintai seseorang karena kebaikan dan prestasinya, itu bukan CINTA tapi KAGUM. Jika kita mencintai sesorang karena fisiknya, itu bukan CINTA tapi NAFSU,
Jika Kita mencintai seseorang karena dia pernah membantu kita, itu bukan CINTA tapi TERIMAKASIH
Jika kita mencintai sesorang karena Allah, itulah CINTA sesungguhnya

Senang dan sedih, berat atau ringan, indah atau buruk. Itu hanyalah sugesti relatif terhadap keluasan hati. Allah tidak akan memebani kita melebihi kemampuan kita, karena Ia lebih tahu dari diri kita

Kesuksesan adalah 90% kedisplinan, 10%bakat. Banyak beralasan adalah ciri kemalasan, banyak kata maaf adalah ciri kebodohan

Kebiasaan Rasulullah SAW ketika sedang jenuh dan lelah dalam berjuang adalah sholat 2 rakat(shalat sunah mutlak) atau tilawah

Selamatkanlah hatimu maka engkau akan menyelamatkan segalanya

Akar dari semua bentuk kesyirikan adalah cinta yang keliru. Sedangkan hakikat ibadah hamba kepada Allah tidak bisa diperoleh dalam kesyirikan cinta (Ibnu Qayyim)

Sesungguhnya mereka sebelum itu telah berjanji kepada Allah, mereka tidak akan mundur, dan perjanjian dengan Allah akan diminta pertanggungjawabannya (QS.33:15)

Kepuasan terletak dalam upaya bukan dalam pencapaian. Upaya penuh merupakan kemenangan penuh (Mahatma Gandhi)

Tidak ada hati yang menderita mengejar impian, karena setiap detik pengejaran adalah detik pertemuan dengan Tuhan dan keabadian (Paulo Coelho)

Jika anda ingin menjadi orang yang luar biasa, tidak akan bisa jika anda hidup seperti orang biasanya hidup. Terbaik dalam berusaha akan membuat anda menjadi yang terbaik. Berbedalah, maka kau akan dikenal

Para wali Allah jika menempuh perjalanan yang sulit mereka justru optimis. sedangkan jika mereka melewati perjalanan yang mudah mereka malah khawatir (Wahb bin munabbih)

Kemenangan adalah keberhasilan menghadapi tantangan. Tantangan adalah cara pandang kita terhadap sebuah peluang. Peluang adalah pemanfaatan kesempatan. Menyia-nyiakan kesempatan adalah menyia-nyiakan kemenangan

Dia mengetahui pandangan mata yang berkhianat dan apa yang disembunyikan oleh hati (QS.Al-Mu’min 19). Adalah fitrah memliki kecenderungan terhadap lawan jenis, tapi mengelolanya agar tidak menimbulkan fitnah dan pelanggaran adalah bukti cinta pada Allah. Sungguh berdusta orang yang mengaku cinta pad allah tapi tidak mmperhatikan larangannya. Mari tengok hati, apakah kita berdusta?

*dari berbagai sender.. oleh-oleh ‘bebersih’ HP

Yang Hilang…

Wahai jiwa..
betapa mudahnya engkau terbolak balik
hanya karena beberapa kata atau tindak yg mungkin tak
disengaja

——————————————————————————————————————————————–

M. Lili Nur Aulia
(Allah, Kokohkan Kaki Kami di Atas Jalan-Mu)

“Kata-kata itu, bisa mati,” tulis Sayyid Qutbh
“Kata-kata juga akan menjadi beku, meskipun ditulis
dengan lirik yang indah atau semangat.
Kata-kata akan menjadi seperti itu bila tidak muncul
dari hati orang yang kuat meyakini apa yang
dikatakannya. Dan seseorang mustahil memiliki
keyakinan kuat terhadap apa yang dikatakannyanya
kecuali jika ia menerjemahkan apa yang ia katakan
dalam dirinya sendirinya, lalu menjadi visualisasi
nyata apa yang ia katakan.” Lanjut Sayyid Qutbh dalam
karya monumental Fii Zilaalil Qur’an

Saudaraku,
menjadi penerjemah apa yang dikatakan,
menjadi bukti nyata apa yang diucapkan.
Betapa sulitnya.
Tapi ini bukan sekadar anjuran.
Bukan hanya agar suatu ucapan menjadi berbobot
pengaruhnya karena tanpa dipraktikkan, kata-kata
menjadi kering, lemah, ringan, tak berbobot, seperti
yang disinyalir oleh Sayyid Qutbh tadi.
Lebih dari itu semua, merupakan perintah Alla SWT.

Firman Allah swt yang tegas menyindir soal ini ada
pada surat Al Baqarah ayat 44 yang artinya,
“Apakah kalian memerintahkan manusia untuk melakukan
kebaikan sedangkan kalian melupakan diri kalian
sendiri dan kalian membaca Al Kitab. Apakah kalian
tidak berakal?”
Membandingkan antara kita hari ini dan masa-masa lalu,
akan terasa bahwa ada banyak hal yang hilang dari diri
kita.
Kita dahulu, yang mungkin baru memiliki ilmu dan
pemahaman yang sedikit, tetapi banyak beramal dan
mempraktikkan ilmu yang sedikit itu.
Kita dahulu, yang barangkalai belum banyak membaca dan
mendapatkan keterangan tentang Allah, Rasulullah SAW,
tentang Islam, tapi begitu kuat keyakinan dan banyak
amal shalih yang dikerjakan.
Kita dahulu belum banyak mendengarkan nasihat,
diskusi, arahan para guru dalam menhjalankan agama,
tapi seperti merasakan kedamaian karena kita melakukan
apa yang kita ketahui itu.
Meskipun sedikit.

Saudaraku,
banyak yang hilang dari diri kita..
Dahulu, sahabat Ali radiallahu anhu pernah mengatakan
bahwa kelak di akhir zaman akan terjadi sebuah fitnah.
Antara lain, ia menyebutkan, “….Ketika sesorang
mempelajari ilmu agama bukan untuk diamalkan.” itulah
ciri fitnah besar yang terjadi di akhir zaman. Sahabat
lainnya, Ibnu Mas’ud juga pernah menyingggung hal ini
dalam perkataannya, “Belajarlah kalian, dan bila
kalian sudah mendapatkan ilmunya, maka laksanakanlah
ilmu itu. “Ilmu dan amal, dua pasang mata uang yang
tak mungkin dipisahkan. Tapi kita, sepertinya, kini
lebih bisa berilmu namun miskin dalam amal…

Saudaraku,
Berhentilah sejenak disini
Duduk dan merenunglah utnuk memikirkan apa yang kita
bicarakan ini. Perhatikanlah apa yang dikatakan lebih
lanjut oleh Sayyid Qutbh, “Sesungguhnya iman yang
benar adalah ketika ia kokoh dalam hati dan terlihat
bekasnya dalam perilaku. Islam adalah akidah yang
bergerak dinamis dan tidak membawa yang negatif.
akidah islam itu ada dalam alam perasaan dan bergerak
hidup mewujudkan indikasinya dalam sikap luar,
teterjemah dalam gerak di alam realitas.

Saudaraku,
Jika banyak yang baik-baik, yang hilang dari diri
kita, mari memuhasabahi diri sebelum beramal, melihat
apa yang menjadi orientasi dan tujuan amal-amal kita
selama ini.
Imam Ghazali mengatakn, “Jalan untuk membersihkan jiwa
adalah dengan membiasakan pekerjaan yang muncul dari
jiwa yang bersih dan sempurna.”

Saudaraku,
Mungkin banyak hal baik yang telah hilang dari diri kita..

—————————————————————————————————————————————-

awal sedikit sedikit
lama lama mengapa jadi menipis
akhirnya malah habis

Dahulu tiga juz
tereduksi menjadi
dua juz, satu juz, setengah juz
akhirnya hanya ingat jus..
jus alpukat..jus melon.. jus sirsak..

Dahulu shaum Daud..
mengendur menjadi shaum senin kamis..
lalu mulai lupa ayyamul bidh..
tinggallah tak makan hanya pukul 9 malam hingga pukul 5 esok paginya..

Dahulu tahajud full version..
lalu tak sempat dan yang penting paginya harus Shalat Duha..
tak sempat juga? yang penting rawatib bisa terjaga
lalu kuliah
lalu praktikum
lalu capek
lalu
lalu
akhirnya usahakan saja agar sholat “tepat pada waktunya”

Dahulu jilbab ini menutup lebar seluruh tubuh
perlahan naik hingga ke siku..
lalu tak apalah cuman sampai bahu, yang penting tetap dengan kata-kata pamungkas “yang penting masih syar’i”
perlahan kenapa tak sekalian saja dibuat melilit agar lebih menarik?

Dahulu rok menjadi pakaian wajib
singkuh rasanya jika sempit membekap tubuh
perlahan berubah model agar lebih gaya
kenapa tak sekalian menggunakan celana panjang agar lebih bebas kemana-mana??

Dahulu murottal mengalun menemani setiap saat sembari berusaha menjaga hafalan
ditemani penyemangat berupa nasyid-nasyid bersyair haraki
lalu semakin banyak nasyid bersyair mendayu
akhirnya lagu-lagu populer terbaru menjadi playlist nomor satu

Dahulu enggan menghabiskan waktu sia-sia
lalu mulai tergoda untuk cinta bola
buat akhwatnya makin doyan saja sama dorama
dahulu mubah dihidari sekarang mubah senantiasa

Dahulu paling anti komunikasi tidak penting antar jender
lalu mulai memberi ruang dengan alasan tukar informasi
bergulir menjadi hubungan antara dua hati
pada akhirnya saling berkomitmen hanya dengan modal janji

keimanan ini sangat mudah untuk bisa menjadi tipis,
dengan diri yang selalu mendapati hal baru setiap harinya
mendapatkan informasi ini itu
berita disana sini
membuat jurang toleransi pada diri kadang semakin lebar
“Tak ada salahnya aku begini, kan mereka juga seperti itu”

Amalan-amalan itu semakin terkikis dengan rendah komitmen untuk tegas pada diri sendiri
tak apa melakukan yang mubah tetapi jangan kalah dengan yang mubah..

Teringat kisah para salafus salih, bahkan hanya ‘berani’ bermain aman’ di ranah halal dan sunah.. tak ‘berani’ menjejaki yang mubah
karena khawatir terbiasa dengan yang mubah dan bisa terseret ke satu tingkat di bawahnya.

Jalan Juang

Jalan Juang  -Izzatul Islam-

Sabarlah wahai saudaraku..
Tuk menggapai cita
Jalan yang kau tempuh sangat panjang..
Tak sekedar bongkah batu karang

Yakinlah wahai saudaraku..
Kemenangan kan menjelang
Walau tak kita hadapi masanya..
Tetaplah al-Haq pasti menang

Tanam di hati benih iman sejati
Berpadu dengan jiwa Rabbani
Tempa jasadmu jadi pahlawan sejati
Tuk tegakkan kalimat Ilahi

Pancang tekadmu jangan mudah mengeluh
Pastikan azzam-mu smakin meninggi
Kejayaan Islam bukanlah sekedar mimpi
Namun janji Allah yang Haq dan pasti..!

Kiat yang digunakan syetan adalah dengan merayu orang-orang yang melakukan pembicaraan rahasia yang bertujuan menimpakan perasaan sedih dan curiga ke dalam hati orang-orang mukmin (jum’ah amin)

S P A S I

Seindah apa pun huruf terukir, dapatkah ia bermakna apabila tak ada jeda?
dapatkah ia dimengerti jika tak ada spasi?

Bukankah kita baru bisa bergerak jika ada jarak?
dan saling menyayang bila ada ruang?

Kasih sayang akan membawa dua orang semakin berdekatan,
tapi ia tak ingin mencekik, jadi ulurlah tali itu.

Napas akan melega dengan sepasang paru-paru yang tak dibagi.
darah mengalir deras dengan jantung yang tidak dipakai dua kali.

jiwa tidaklah dibelah, tapi bersua dengan jiwa lain yang searah.
jadi jangan lumpuhkan aku dengan mengatasnamakan kasih sayang.

Mari berkelana dengan rapat tapi tak dibebat.
janganlah saling membendung apabila tak ingin tersandung.

pegang tanganku, tapi jangan terlalu erat,

karena aku ingin seiring bukan digiring

-dee @Filosofi Kopi-

Iman-Ukhuwah

Yang di hati tersembunyi,
lisan bisa berdusta,
dan ‘ibadah bisa pura-pura..

Maka Sang Nabi meletakkan banyak ukuran iman dalam KUALITAS HUBUNGAN KITA dengan SESAMA:

berkata yang baik atau diam..
memuliakan tamu..
tak menyakiti tetangga..
amannya sesama dari gangguan lisan dan tangan..
jujur..
amanah..
tepat janji..
tak menggunjing..
tak memfitnah..
saling mencinta.
dan akhlaq mulia

Ya Allah, jaga iman kami dengan ukhuwah..

(Taken from: status FB kang Salim A.Fillah)

Vitalitas

Pernahkah merasa lelah ketika orang-orang disekitar kita semakin banyak dan sering mengeluh?
Pernahkah merasa ingin mundur ketika orang-orang disekitar kita mulai tak searah?
Pernahkah merasa tidak bisa lagi bertahan ketika orang-orang disekitar kita semakin aneh tak terkendali?
Pernahkah merasa tak peduli lagi ketika ucapan dan tindakan tak lagi digubris dan diperhatikan?


Jika itu yang saat ini terjadi, marilah kita buka kembali perbekalan yang dulu pernah kita persiapkan..
Vitalitas (Mencari Pahlawan Indonesia),  Ust. Anis Matta

Para pahlawan mukmin sejati selalu unggul dalam kekuatan spiritual dan semangat hidup. Senantiasa ada gelombang gairah kehidupan yang bertalu-talu dalam jiwa mereka. Itulah yang membuat sorot mata mereka selalu tajam, di balik kelembutan sikap mereka. Itulah yang membuat mereka selalu penuh harapan, di saat virus keputusasaan mematikan semangat hidup orang lain. Itulah vitalitas.

Tidak pernahkah kesedihan menghinggapi hati mereka? Tidak ada jalan bagi ketakutan menuju jiwa mereka? Pernahkah mereka tergoda oleh keputusasaan untuk mengundurkan diri dari pentas kepahlawanan? Adakah di saat-saat dimana mereka merasa lemah, cemas, dan tidak mungkin memenangkan pertarungan?

Para pahlawan itu tetaplah manusia biasa. Semua gejala jiwa yang dirasakan oleh manusia biasa juga dirasakan para pahlawan. Ada saat dimana mereka sedih. Ada saat dimana mereka takut. Jenak-jenak kelemahan, keputusasaan, kecemasan dan keterpurukan pun pernah menderita jiwa mereka.

Akan tetapi, yang membedakan para pahlawan adalah bahwa mereka selalu mengetahui bagaimana mempertahankan vitalitas, bagaimana melawan ketakutan-ketakutan dan kesedihan-kesedihan, bagaimana mempertahankan harapan di hadapan keputusasaan, dan bagaimana melampaui dorongan untuk menyerah dan pasrah di saat kelemahan mendera jiwa mereka. Mereka mengetahui bagaimana melawan gejala kelumpuhan jiwa.

Vitalitas hidup biasanya dibentuk dari paduan keberanian, harapan hidup, dan kegembiraan jiwa. Namun, ketiga hal ini dibentuk oleh paduan keyakinan-keyakinan iman dan talenta kepahlawanan dalam diri mereka. Dari sini saya kemudian menemukan bahwa para pahlawan mukmin sejati selalu memiliki tradisi spiritualitas yang khas. Mereka mempunyai kebiasaan-kebiasaan khas yang dibentuk oleh keyakinan yang unik terhadap keghaiban. Dengan cara itu, mereka mempertahankan keyakinan mereka pada pertolongan Allah dan harapan akan kemenangan. Dengan cara itu, mereka mempertahankan stamina perlawanan yang konstan. Kebiasaan-kebiasaan yang khas itu biasanya berbentuk ibadah mahdhoh, tetapi biasanya disertai juga dengan perilaku-perilaku tertentu yang sangat pribadi. Misalnya contoh berikut ini:

Dalam suatu peperangan. Kaum Muslimin menemukan betapa kekuatan Ibnu Taimiyah melampaui para mujahidin lainnya. Merekapun menanyakan rahasia kekuatan itu pada Ibnu Taimiyah. Beliau menjawab, “Ini adalah buah dari Ma’tsurat yang selalu saya baca di pagi hari setelah shalat subuh sampai terbitnya matahari. Saya selalu menemukan kekuatan yang dahsyat setiap setelah melakukan wirid itu. Tapi, jika suatu saat saya tidak melakukannya, saya akan merasa seperti lumpuh hari itu.”

Ya, begitulah, selalu ada ibadah andalan yang membuat mereka berbeda dan menjaga mereka dari keterpurukan.
Ibadah andalan itulah yang semoga bisa menjadi pembeda
yang membuat mata hati ini tetap terjaga agar dapat dengan cermat membedakan mana yang benar dan mana yang salah

dan saudaraku,
Memang hanya Allah-lah satu-satunya yang membuat kita bertahan dijalan ini,
dan memang hanya Allah-lah yang memiliki kendali atas diri apakah hidayah ini akan terus bersemi..

Oleh karena itu, pertanyaannya sekarang,

Ibadah mahdoh apa yang menjadi andalan kita agar vitalitas ini tetap terjaga?

Agar tetap teguh kala yang lain runtuh


=Yuk rame-rame Kembali ke Asholah=

Aku lalu Kamu

Akulah petualang yang mencari kebenaran

Akulah manusia yang mencari makna dan hakikat kemanusiaannya ditengah manusia

Akulah patriot yang berjuang menegakkan kehormatan, kebebasan, ketenangan dan kehidupan yang baik bagi tanah air di bawah naungan Islam yang hanif

Inilah aku,

lalu kamu,

siapa kamu?

(Hasan Al-Banna)


*sms dari seorang adik dan membuat tubuh ini bergetar

Malu..

“Kajian bulan(an) ini” mengangkat tema tentang malu.

Tulisan ini sempat masuk ke draft(pending) padahal dulu sempat dipublish dan sekarang, saatnya untuk diposting..

Baiklah, sumber utama dari tulisan ini adalah dari dakwatuna.com yang di kolaborasikan dengan konteks ‘ke-lokal-an berdasarkan “kajian bulan(an) ini”..

Ok saudariku, kita mulai..

Malu adalah akhlak yang menghiasi perilaku manusia dengan cahaya dan keanggunan yang ada padanya. Inilah akhlak terpuji yang ada pada diri seorang lelaki dan fitrah yang mengkarakter pada diri setiap wanita. Sehingga, sangat tidak masuk akal jika ada wanita yang tidak ada rasa malu sedikitpun dalam dirinya. Rasa manis seorang wanita salah satunya adalah buah dari adanya sifat malu dalam dirinya.

Apa sih sifat malu itu? Imam Nawani dalam Riyadhush Shalihin menulis bahwa para ulama pernah berkata, “Hakikat dari malu adalah akhlak yang muncul dalam diri untuk meninggalkan keburukan, mencegah diri dari kelalaian dan penyimpangan terhadap hak orang lain.”

Karena itu, beruntunglah orang yang punya rasa malu. Kata Ali bin Abi Thalib, “Orang yang menjadikan sifat malu sebagai pakaiannya, niscaya orang-orang tidak akan melihat aib dan cela pada dirinya.”

Bahkan, Rasulullah saw. menjadikan sifat malu sebagai bagian dari cabang iman. Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Iman memiliki 70 atau 60 cabang. Paling utama adalah ucapan ‘Laa ilaaha illallah’, dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan di jalan. Dan sifat malu adalah cabang dari keimanan.” (HR. Muslim dalam Kitab Iman, hadits nomor 51)

Dari hadits itu, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa tidak akan ada sifat malu dalam diri seseorang yang tidak beriman. Akhlak yang mulia ini tidak akan kokoh tegak dalam jiwa orang yang tidak punya landasan iman yang kuat kepada Allah swt. Sebab, rasa malu adalah pancaran iman.

Dengan kata lain, seseorang yang kehilangan sifat malunya yang tersisa dalam dirinya hanyalah keburukan. Buruk dalam ucapan, buruk dalam perangai. Tidak bisa kita bayangkan jika dari mulut seorang muslimah meluncur kata-kata kotor lagi kasar. Bertingkah dengan penampilan seronok dan bermuka tebal. Tentu bagi dia surga jauh. Kata Nabi, “Malu adalah bagian dari iman, dan keimanan itu berada di surga. Ucapan jorok berasal dari akhlak yang buruk dan akhlak yang buruk tempatnya di neraka.” (HR. Tirmidzi dalam Ktab Birr wash Shilah, hadits nomor 1932)

Karena itu, menjadi penting bagi kita untuk menghiasi diri dengan sifat malu. Dari mana sebenarnya energi sifat malu bisa kita miliki? Sumber sifat malu adalah dari pengetahuan kita tentang keagungan Allah. Sifat malu akan muncul dalam diri kita jika kita menghayati betul bahwa Allah itu Maha Mengetahui, Allah itu Maha Melihat. Tidak ada yang bisa kita sembunyikan dari Penglihatan Allah. Segala lintasan pikiran, niat yang terbersit dalam hati kita, semua diketahui oleh Allah swt.

Jadi, sumber sifat malu adalah muraqabatullah. Sifat itu hadir setika kita merasa di bawah pantauan Allah swt. Dengan kata lain, ketika kita dalam kondisi ihsan, sifat malu ada dalam diri kita. Apa itu ihsan? “Engkau menyembah Allah seakan melihat-Nya, jika engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Ia melihatmu,” begitu jawaban Rasulullah saw. atas pertanyaan Jibril tentang ihsan.

Itulah sifat malu yang sesungguhnya. Sebagaimana yang sampai kepada kita melalui Abdullah bin Mas’ud bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Malulah kepada Allah dengan malu yang sebenar-benarnya.” Kami berkata, “Ya Rasulullah, alhamdulillah, kami sesungguhnya malu.” Beliau berkata, “Bukan itu yang aku maksud. Tetapi malu kepada Allah dengan malu yang sesungguhnya; yaitu menjaga kepala dan apa yang dipikirkannya, menjaga perut dari apa yang dikehendakinya. Ingatlah kematian dan ujian, dan barangsiapa yang menginginkan kebahagiaan alam akhirat, maka ia akan tinggalkan perhiasan dunia. Dan barangsiapa yang melakukan hal itu, maka ia memiliki sifat malu yang sesungguhnya kepada Allah.” (HR. Tirmidzi dalam Kitab Shifatul Qiyamah, hadits nomor 2382)

Ingat! Malu. Bukan pemalu. Pemalu (khajal) adalah penyakit jiwa dan lemah kepribadian akibat rasa malu yang berlebihan. Sebab, sifat malu tidaklah menghalangi seorang muslimah untuk tampil menyuarakan kebenaran. Sifat malu juga tidak menghambat seorang muslimah untuk belajar dan mencari ilmu. Contohlah Ummu Sulaim Al-Anshariyah.

Saat ini banyak muslimah (muslim juga koq-red-) yang salah menempatkan rasa malu. Apalagi situasi pergaulan pria-wanita saat ini begitu ikhtilath (campur baur). Ketika ada lelaki yang menyentuh atau mengulurkan tangan mengajak salaman, seorang muslimah dengan ringan menyambutnya. Ketika kita tanya, mereka menjawab, “Saya malu menolaknya.” Bagaimana jika cara bersalamannya dengan bentuk cipika-cipiki (cium pipi kanan cium pipi kiri)? “Ya abis gimana lagi. Ntar dibilang gak gaul. Kan tengsin (malu)!”

Bahkan ketika dilecehkan oleh tangan-tangan jahil di kendaraan umum, tidak sedikit muslimah yang diam tak bersuara. Ketika kita tanya kenapa tidak berteriak atau menghardik lelaki jahil itu, jawabnya, sekali lagi, saya malu.

Jelas itu penempatan rasa malu yang salah. Tapi, anehnya tidak sedikit muslimah yang lupa akan rasa malu saat mengenakan rok mini. Betul kepala ditutupi oleh jilbab kecil, tapi busana ketat yang diapai menonjolkan lekak-lekut tubuh.

Begitulah jika urat malu sudah hilang. “Idza lam tastahyii fashna’ maa syi’ta, bila kamu tidak malu, lakukanlah apa saja yang kamu inginkan,” begitu kata Rasulullah saw. (HR. Bukhari dalam Kitab Ahaditsul Anbiya, hadits nomor 3225).

Ada tiga pemahaman atas sabda Rasulullah itu.

Pertama, berupa ancaman. “Perbuatlah apa yang kamu kehendaki, sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Fushhdilat: 40).

Kedua, perkataan Nabi itu memberitakan tentang kondisi orang yang tidak punya malu. Mereka bisa melakukan apa saja karena tidak punya standar moral. Tidak punya aturan.

Ketiga, hadits ini berisi perintah Rasulullah saw. kepada kita untuk bersikap wara’. Jadi, kita menangkap makna yang tersirat bahwa Rasulullah berkata, apa kamu tidak malu melakukannya? Kalau malu, menghindarlah!

Salman Al-Farisi punya pemahaman lain lagi tentang hadits itu. “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla apabila hendak membinasakan seorang hamba, maka Ia mencabut darinya rasa malu. Bila rasa malu telah dicabut, maka engkau tidak akan menemuinya kecuali sebagai orang yang murka dan dimurkai. Bila engkau tidak menemuinya kecuali sebagai orang yang murka dan dimurkai, maka dicabutlah pula darinya sifat amanah. Bila sifat amanah itu dicabut darinya, maka engkau tidak akan menjumpainya selain sebagai pengkhianat dan dikhianati. Bila engkau tak menemuinya selain pengkhianat dan dikhianati, maka rahmat Allah akan dicabut darinya. Bila rahmat itu dicabut darinya, maka engakau tidak akan menemukannya selain sosok pengutuk dan dikutuk. Bila engkau tidak menemukannya selain sebagai pengkutuk dan dikutuk, maka dicabutlah darinya ikatan Islam,” begitu kata Salman. (HR. Ibnu Majah dalam Kitab Fitan, hadits nomor 4044, sanadnya lemah, tapi shahih)

Wanita yang beriman adalah wanita yang memiliki sifat malu. Sifat malu tampak pada cara dia berbusana. Ia menggunakan busana takwa, yaitu busana yang menutupi auratnya. Para ulama sepakat bahwa aurat seorang wanita di hadapan pria adalah seluruh tubuhnya, kecuali wajah dan telapak tangan.

Terkait dengan busana, tadi  juga disinggung mengenai tabbaruj. Seiring perkembangan mode saat ini, bukan berarti kita harus tetap dengan “gaya-gaya lama” tetapi bagaimana membungkus ‘kekinian agar tetap syar’i.

Contohnya, jilbab langsungan. yang  banyak sekali saat ini, secara ukuran cukup panjang dan menutup dada. Tetapi ternyata di belakangnya belah, sehingga bentuk tubuh masih bisa tampak.  Atau malah ketat di leher? Ok, tetang jilbab longgar, tidak ada pembenaran!! Jangan dipangkas karena ikut mode ya.. Terus ukuran jilbab itu seberapa siy? Nah, Untuk aman dan nyamannya, lebih baik gunakan jilbab yang melewati lengan bawah anti. Jadi yang ketutupan dengan jilbab adalah kepala, bahu, lalu lengan atas dan beberapa centi melewati lengan bawah. Mau sampai pergelangan tangan juga nggak papa.. Kan biar lebih aman dan nyaman…

Nah, perlu waspada juga dengan model-model rompi yang sekarang banyak digunakan, betul ukurannya panjang sampai hampir menyentuh paha. Tetapi dengan modelnya yang ‘lurus’ apa tidak malah membentuk tubuh? apalagi jika menggunakan kaos dobelan, hati2 dengan kaos dobelan yang berbahan licin dan ketat. Atau legging yang kian marak sekarang. Boleh ko pakai legging, siapa bilang nggak boleh.. Dengan syarat, leggingnya dilengkapi dengan rok longgar sampai mata kaki ya ukhty biar klop dan gak masuk angin.. 🙂

Lanjut..

Menundukkan pandangan juga bagian dari rasa malu. Sebab, mata memiliki sejuta bahasa. Kerlingan, tatapan sendu, dan isyarat lainnya yang membuat berjuta rasa di dada seorang lelaki. Setiap wanita memiliki pandangan mata yang setajam anak panah dan setiap lelaki paham akan pesan yang dimaksud oleh pandangan itu. Karena itu, Allah swt. memerintahkan kepada lelaki dan wanita untuk menundukkan sebagian pandangan mereka.

Memang realitas kekinian tidak bisa kita pungkiri. Kaum wanita saat ini beraktivitas di sektor publik, baik sebagai profesional ataupun aktivis sosial-politik. Ada yang dengan alasan untuk melayani kepentingan sesama wanita yang fitri. Ada juga yang karena keterpaksaan. Tidak sedikit wanita harus bekerja karena ia adalah tulang punggung keluarganya. Sehingga, ikhtilath (bercampur baur dengan lelaki) tidak bisa terhindari.

Untuk yang satu ini, mari kita kutip pendapat Dr. Yusuf Qaradhawi, “Saya ingin mengatakan di sini bahwa kata ikhtilath dalam hal hubungan antara lelaki dan wanita adalah kata diadopsi ke dalam kamus Islam yang tidak dikenal oleh warisan budaya kita pada sejarah abad-abad sebelumnya, dan tidak diketahui selain pada masa ini. Mungkin saja ia berasal dari bahasa asing, hal itu memiliki isyarat yang tidak menenteramkan hati setiap muslim. Yang lebih cocok mungkin bisa menggunakan kata liqa’ atau muqabalah –keduanya berarti pertemuan—atau musyarakah (keterlibatan) seorang lelaki dan wanita, dan sebagainya. Yang jelas, Islam tidak mengeluarkan aturan atau hukum umum terkait dengan masalah ini. Namun hanya melihat tujuan adanya aktivitas tersebut atau maslahat yang mungkin terjadi dan bahaya yang dikhawatirkan, gambaran yang utuh dengannya, dan syarat-syarat yang harus diperhatikan di dalamnya.”

Ada adab yang harus ditegakkan kala terjadi muqabalah antara pria dan wanita. Adab-adab itu adalah:

1. Ada pembatasan tempat pertemuan
2. Menjaga pandangan dengan menundukkan sebagian pandangan
3. Tidak berjabat tangan dalam situasi apa pun dengan yang bukan muhrimnya
4. Hindari berdesak-desakan dan lakukan pembedaan tempat bagi lelaki dan wanita
5. Tidak berkhalwat (berduaan dengan lawan jenis)
6. Hindari tempat-tempat yang meragukan dan bisa menimbulkan fitnah
7. Hindari pertemuan yang lama dan sering, sebab bisa melemahkan sifat malu dan menggoyahkan keteguhan jiwa
8. Hindari hal-hal yang dapat menimbulkan dosa dan keinginan batin untuk melakukan yang haram, ataupun membayangkannya

Khusus bagi wanita, pakailah pakaian yang yang sesuai syariat, tidak memakai wewangian, batasi diri dalam berbicara dan menatap, serta jaga kewibawaan dan beraktivitas. Perhatikan gaya bicara. Jangan genit!

Dengan begitu jelaslah bahwa Islam tidak mengekang wanita. Wanita bisa terlibat dalam kehidupan sosial bermasyarakat, berpolitik, dan berbagai aktivitas lainnya. Islam hanya memberi frame dengan adab dan etika. Sifat malu adalah salah satu frame yang harus dijaga oleh setiap wanita muslimah yang meyakini bahwa Allah swt. melihat setiap polah dan desiran hati yang tersimpan dalam dadanya.

Optimisme bagian dari kemenangan

Perhitungan belum usai ..

dan lagi,

apakah definisi dari kemenangan?

Bukankah kemenangan di hati rakyat Indonesia?

Terlalu prematur ketika semua kita inginkan bs terwujudkan saat ini juga..

Bukankah Ketidak idealan ini adalah ladang amal untuk bisa menjadi agen perubah menuju ‘ideal’


dakwatuna.com – “Dan janganlah kamu merasa hina dan janganlah kamu bersedih padahal kalianlah yang paling tinggi jika kalian beriman”. (Ali Imran : 139)

“Dan janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya tidak orang berputus asa itu melainkan kaum yang kafir”. (Yusuf : 87)

Rasulullah saw. bersabda:

قال الرسول ص م : ” إنّ الله يحب الفألً و يكرهُ التساؤُم”

“Sesungguhnya Allah mencintai sikap optimis dan membenci sikap putus asa”

Dalam kelelahan, ketegangan dan kekalutan, kaum muslimin masih memiliki secercah harapan meraih kemenangan. Itulah yang terjadi pada saat kaum muslimin dikepung oleh pasukan Ahzab. Bahkan dalam situasi yang menegangkan dan jauh dari perhitungan untuk menang itu, mereka masih berkata:

“Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya. Maha Benar Allah dan Rasul-Nya. Tidaklah bertambah dalam diri mereka kecuali keimanan dan kepasrahan pada Allah swt.”

Dalam kesiapan penuh, menghadapi kepungan musuh dan kondisi medan yang begitu berat, Rasulullah saw. memompa semangat dengan menjanjikan bahwa mereka akan dapat menundukkan Romawi, Persia, Iskandariyah dan negeri-negeri lainnya.

Akhirnya kaum muslimin mendapatkan kemenangan pada perang Ahzab tersebut tanpa pecahnya peperangan lazimnya, dan Allah swt. membuktikan janji-Nya menaklukkan negeri-negeri besar pada masa pemerintahan Umar bin Khathab RA. Lihatlah pula nasihat yang teduh bagai air di padang pasir, taujih dan janji Rasulullah saw. yang amat menyejukkan hati keluarga Ammar bin Yasir:

“Sabarlah wahai keluarga Yasir tempat yang dijanjikan Allah bagimu adalah syurga.”

Seuntai kalimat dari seorang murabbi, pemimpin mampu meredam sakitnya penderitaan, menahan gejolak kesakitan dan membangkitkan semangat berbuat, meski tidak dapat merayakan kemenangan.

Perjalanan hidup umat teladan, hendaknya menginspirasi aktifitas yang kita lakukan saat ini. Betapa banyak pengalaman mereka dapat kita jadikan cermin hidup agar rambu-rambu perjalanan menjadi jelas dan terang. Seperti jelasnya perjalanan generasi terbaik dalam sejarah umat ini sehingga mereka mendapatkan harapannya di dunia dan akhirat tanpa takut kerugian sedikit pun.

Kemenangan umat terdahulu banyak kita temukan bermula dari optimisme yang tinggi untuk meraih kemenangan. Optimisme yang stabil menghantarkan mereka cepat atau lambat menuju kegemilangan. Karena optimisme bagian dari kemenangan itu sendiri. Baik kemenangan di dunia ataupun di akhirat. Optimisme orang-orang beriman sangat melekat pada jiwanya karena mereka yakin akan firman Allah:

Bahwa mereka bersama Allah swt. Dengan kebersamaannya itulah mereka meyakini perbuatannya, proses dan prosedurnya serta keberhasilannya mencapai kesuksesannya.

Dengan optimisme itu segala yang berat menjadi ringan, yang susah menjadi mudah dan yang rumit menjadi sederhana.

Ketika optimisme sudah merasuk ke jiwa maka dorongan besarlah yang muncul, dorongan untuk melakukan sebuah cita-cita agar meraih kejayaan. Ketika seorang sahabat bertanya pada Rasulullah saw.:

“Bagaimana nasib saya bila maju ke medan peperangan yang sedang berkecamuk itu’, beliau menjawab: ‘kamu akan mendapatkan syurga’ maka sahabat itu segera maju ke depan bahkan membuang kurma yang sedang dikunyahnya seraya bergumam: ‘ini akan memperlambat saya mendapatkan syurga.” Subhanallah begitulah sebagian dari kisah generasi teladan.

Saat optimisme membumbung tinggi dalam sanubari seorang mukmin,  ia akan bergerak, bersikap, berjalan dan berkorban meskipun ia belum tentu dapat merasakan nikmatnya kemenangan. Karena sesungguhnya, dengan jiwa optimis itu mereka sudah mendapatkan kemenangan yang sesungguhnya. Paling tidak ia terdorong untuk memberikan sumbangsih mulianya demi keyakinan yang ia imani. Ia berharap agar Allah swt mencintai sikapnya dan ridho dengan perjuangannya:

إنّ الله يُحِبُّ الفَألَ و يَكْرَهُ التََّسَاؤُم

Saat ini, hal-hal yang menghadang perjalanan kita menuju kejayaan amatlah banyak. Rintangan, gangguan cobaan datang silih berganti. Baik yang datang dari eksternal maupun internal umat, bahkan yang muncul dari diri sendiri. Sepertinya mereka tidak pernah lelah dan berhenti. Mereka tidak menghendaki kemenangan ada di tangan kita. Apabila kita pun lelah dan jenuh menghadapinya, maka selamanya kita tidak akan pernah mencicipi rasa kemenangan itu.

Tatkala kita lelah,  muncul bisikan-bisikan nista sambil mengatakan untuk apa berkorban. Apakah pengorbanan yang kamu lakukan akan kamu dapati hasilnya? Apakah pengorbanan itu akan kita rasakan. Jangan-jangan kita yang berkorban malah orang lain yang menikmatinya?

Dan sedihnya lagi apa yang sudah kita lakukan akan dipungkiri dan digugat. Mereka juga akan menutup mata pada apa yang kita perbuat.

Bisikan-bisikan ini sering kali mampir di telinga kita. Seakan-akan mereka ingin menyetop lajunya langkah kaki-kaki kita.

Imam Hasan Al Banna berpesan kepada kita:

الإمام الشهيد: ” لاَ تَيْأسُوا فَلَيْسَ اليَأْسَ مِنْ أَخْلاَقِ المُسْلِمِيْن… فَإِنَّ حَقَائِقَ اليَوْمِ أَحْلاَمُ الأَمْسِ… وَ أَحْلاَمُ اليَوْمِ حَقَائِقُ الغَدِ.

“Janganlah kalian berputus asa karena putus asa bukanlah akhlak muslim. Sesungguhnya realita hari ini impian kemarin dan impian hari ini adalah realitas hari esok.”

Gangguan yang menggelayuti kita mesti kita hadapi, karena kita mempunyai iman, kita mempunyai keyakinan dan kita bersama keberkahan Allah swt. Dan itu berangkat dari jiwa optimis yang ada dalam diri kita.

Marilah kita hayati dan yakini sabda Rasulullah saw. Di saat menghantarkan para sahabat dalam perang ahzab:

فَسِيْرُوا بِبَرَكَةِاللهِ وَانَتُمْ فَائِزُون

“Berangkatlah kalian dengan keberkahan Allah, maka kalian akan menang.”

Imam Al Banna pun berpesan:

وَعَلىَ هَذِهِ الدَعَائِمِ القَوِيَّةِ أَسِسُوا نَهْضَتَََكُم وَ أَصْلِحُوا نُفُوسَكُم وَ رَكِّزُوا دَعْوَتََكم و قوُدَوا الأمَّةَ إِلىَ الخَيْرِ، وَاللهُ مَعَكُم وَلَنْ يَتِرَكُم أَعْمَالَكم..

“Di atas tonggak yang kokoh, bangunlah kebangkitan kalian, perbaiki jiwa kalian,  fokuskan dawah kalian dan pimpinlah umat menuju kebaikan, niscaya Allah bersama kalian dan tidak akan menyia-nyiakan amal kalian.”

Previous Older Entries