Alkisah di sebuah negeri, dalam sebuah acara, seorang kepala negara memberikan pidatonya. Seperti pidato kenegaraan lainnya, beliau menyelipkan pesan-pesan kepada audiens yang notabene abdi rakyat. Pada intinya mengajak agar mereka lebih bersemangat lagi menunaikan tugas-tugasnya. Entah selipan banyolan atau memang ternyata curcol (curhat colongan), keluarlah kata-kata bahwa sudah 6 tahun sang kepala negara tak naik gaji. Dan respon yang terjadi sangat luar biasa. Lupa akan pesan dari sang kepala negara secara meyeluruh, yang dingat dan membuat panas kuping rakyat (yang mendengar setengah-setengah) yaitu “kepala negara kita minta naik gaji”. Hingga muncullah gerakan yang sangat responsif berupa ‘pengumpulan koin’ bagi Sang Kepala Negara yang entahlah harus ditanggapi seperti apa.
Tersebutlah juga kisah tentang mantan pimpinan tertinggi sebuah partai da’wah, yang disorot oleh banyak mata ketika ‘bersentuhan tangan” dengan ibu negara salah satu negara adikuasa dunia. Semua berbicara, menanggapi, pro kontra terjadi. Padahal, kejadian ‘bersalaman’ tentu amat biasa terjadi di lingkungan kita. Tetapi (lagi-lagi) karena yang melakukannya bukan orang biasa, maka akan menjadi bulan-bulanan media dan massa.
Itulah mengapa dalam judul telah saya sampaikan bahwa ‘mereka’tak boleh melakukan kesalahan. Bukan karena saya menafikkan bahwa manusia tidak boleh melakukan kesalahan. Tidak mungkin seorang manusia tidak melakukan kesalahan, hanya Rasulullah saja yang ma’sum dari segala dosa dan kesalahan. Karena bilapun beliau melakukan kesalahan, maka Allah akan langsung memperbaiki kekeliruan beliau seperti yang termaktub dalam dalam surat Abasa. Mereka tak boleh lakukan kesalahan karena ketika ‘mereka’ menjadi subjeknya dan melakukan hal-hal (baca: kesalahan) kecil bisa menjadi besar dan hal-hal (baca:prestasi) besar bisa menjadi kecil atau biasa-biasa saja. Ah saya lebih nyaman menyebut beliau-beliau sebagai orang terkenal, sehingga mereka bisa siapa saja.. Entah itu kepala negara, ulama, politisi, bahkan selebritis.
Dan, yang lebih gaswatnya dari orang-orang terkenal ini adalah efek domino atau pengaruh dari apa yang mereka lakukan itu diikuti oleh orang-orang lain terutama yang menganggapnya sebagai idola (jadi fans berat atau sejenisnya). Ingatkan ketika David Beckham sedang naik-naik daunnya? Padahal ia jagonya main bola, tetapi sampai model potongan rambutnya pun diikuti para fansnya. Sama halnya dengan iklan-iklan di media massa, kenapa coba yang menjadi iklannya adalah para selebritis yang terkenal? kenapa nggak orang-orang biasa saja yang baru pertama kali masuk televisi. Coba lihat salah satu produk sabun cair, yang membintanginya adalah selebritis perempuan yang sudah terkenal setanah air. Tujuannya apa? agar para konsumen memiliki persepsi bahwa para selebritis tersebut memiliki kulit yang halus karena menggunakan produk tersebut. Atau misalnya iklan krim pemutih wajah yang membuat “wajahmu mengalihkan duniaku”, para konsumen dengan model yang ditampilkan didalam iklan berharap agar ketika mereka menggunakannya maka akan tampil secantik dan seputih selebritis yang menjadi bintang iklannya. Konsumen tidak peduli bahwa mereka (para selebritis tersebut) memang sudah cantik dan putih dari sononya. Tidak peduli juga kalau untuk menjadi seperti sekarang setelah mereka menghabiskan puluhan juta untuk pergi ke salon atau kontrol ke klinik kecantikan.
Masih tentang orang terkenal dan daya pengaruhnya, pasti masih ingat da’i kondang yang pengajiannya tak pernah sepi dari jama’ah yang utamanya ibu-ibu. Hidup harmonis dan serasi dengan istrinya lalu memutuskan untuk berpoligami? Apa dampaknya kala itu? Ibu-ibu memutuskan untuk ‘libur’ dulu datang ke pengajian da’i tersebut karena khawatir suaminya ‘tertular dan mengikuti jejak ustadz tersebut. Khawatir para suaminya mengambil contoh makanya ibu-ibu “satu suara” untuk pengajian di tempat lain dulu. Padahal, memang segitu berpengaruhnya ya?
Dan belum juga sepekan, baru saja vonis pengadilan dari majelis hakim yang terhormat terkait skandal video mesum seorang vokalis band ternama negeri ini. Ah, saya tak ingin terlibat dalam diskusi yang tak berujung terkait kebebasan. Toh saya juga punya kebebasan dong untuk bilang kalau buat saya:
1. Berz*n*nya itu fatal
2. Berz*n* dengan istri orang lebih fatal lagi
3. Sebagai orang terkenal yang tindak tanduknya dilihat dan dicontoh itu fatal
Sehingga, keputusan 3 tahun 6 bulan itu buat saya jauh dari memuaskan. Toh tuntutan dari jaksa penuntut umum saja minimal 5 tahun. (Saya nggak sampai bilang harusnya dirajam loh -ups, saya sebutin juga akhirnya :D). Maaf, tapi bagi saya itu menunjukkan lemahnya supremasi hukum kita dan terkesan hanya cari aman dari para penegak hukum. Karena hukuman seperti itu tak memberikan efek jera bagi para pelaku dan masyarakat. Pelakunya ini orang terkenal, punya fans (baca:pengikut), punya pengaruh. Sekitar dua bulan lalu saya sempat membaca berita tentang adanya beberapa laporan tentang kasus p*m*rk*s**n oleh anak-anak dibawah umur. Setelah ditanya oleh penyelidik ternyata karena terpengaruh setelah menonton video mesum artis ini. Dan FATALNYA, hingga saat ini, yang bersangkutan masih belum mengakui kalau pemeran utama dalam video tersebut adalah dirinya.
Fiuh, fiuh..
Lupa ya, kalau sudah terkenal maka setiap gerak gerik akan menjadi sorotan? Belum lagi ini adalah kasus pertama yang menarik perhatian publik untuk bisa membuktikan seberapa kuat supremasi hukum di negara kita terkait pelaksanan undang-undang pornografi.
Ompongnya huk*m kita didepan orang-orang yang memiliki pengaruh dan gelimangan harta. Lihat saja, masih hangat diotak kita tentang fasilitas sel mewah yang dimiliki ay*n, kita geram, tetapi lalu.. heboh lagi dengan pembebasan bersyaratnya yang akhirnya disetujui. Uf.. mau dibawa kemana?? Tentang joki tahanan (emang joki cuman ada di three in one atau di ujian-ujian). Apalagi tentang Gayus, yang ah.. sudahlah.. lagi-lagi seolah dagelan dalam dunia huk*m kita. Kalau gayus (yang ‘ikan teri’-katanya sendiri) bisa keluar masuk seenaknya, apalagi yang hiu dan pausnya. Jangan-jangan bagi mereka hukuman penjara adalah saatnya liburan dan rekreasi dari rutinitas harian.
Makanya, siapa yang jera kalau begitu caranya?
Kembali lagi ke orang terkenal yang tak boleh melakukan kesalahan, tak perlu jauh-jauh kita melihat ke layar televisi atau media-media massa untuk mencari mereka yang terkenal dan di jadikan panutan. Lihatlah kanan dan kiri kita, sosok-sosok ‘terkenal’ itu ada. Ambil saja lingkup kampus misalnya. Ada orang-orang terkenal yang menjabat, ketua organisasi *pip*pip*, ketua acara %$#@#$@@, atau petinggi *fiuh*glek*Prok*(naon iyeu teh..).Nah adik-adik dan teman-teman, itu juga kudu hati-hati. Lingkungan kecil itupun akan membentuk mereka sebagai “orang terkenal yang tidak boleh melakukan kesalahan.
Kalau orang lain yang masang status “Galau” barangkali biasa. Apalagi ABeGe-ABeGe yang masang status “K4n93n K4mYuhh.. fR0m YoUr LoV3lY BeibHHH” Ah, biasa kali untuk mereka. Tapi untuk kalian?
Apalagi misalnya, misalnya nih ya.. Dua sosok yang jadi panutan tiba-tiba ‘kepergok’ di restoran siap saji made in USA berdua aja tanpa ada status ‘halal’ yang melekat. Tentu saja akan menjadi sangat berbahaya. Apalagi kemudian diikuti dan dijadikan pembenaran. Cukuplah kita belajar dari Umar bin Luhay. Seorang alim yang terkenal di jamannya dan dijadikan panutan. Kesilauannya akan sesembahan yang dilihatnya di Persia membuatnya menjadi ‘sang perantara’ nomor satu atas munculnya berhala yang memenuhi tanah suci bapak Para Anbiya.
Ya, begitulah.. mereka yang tak boleh melakukan kesalahan..
..Manusia memang tempatnya salah dan lupa, tetapi kita diberi akal dan perasaan untuk mampu mengalahkan keterbatasan yang kita miliki. Dan hanya Allah-lah yang Mahamengetahui betapa banyak aib dan cela ini pun Allah Mahabaik yang masih menutupinya hingga kini..
Komen Terakhir